Pers
Mahasiswa di Era Blogseksual
Oleh Abdul
Haris Booegies
Reporter
Lektura
1990-1992
Harian
Cakrawala sudah beberapa bulan hadir di tengah masyarakat
Sulawesi Selatan. Sebuah koran inovatif yang menambah semarak dunia
pers.
Sebagai
orang yang sempat berkecimpung di media mahasiswa, saya mendambakan
Cakrawala menjadi surat kabar yang akrab dengan mahasiswa.
Sebab, pers mahasiswa makin susah bernafas. Dana minim kian
meminggirkan posisi penerbitan kampus.
Tatkala
memperhatikan pers mahasiswa yang jatuh-bangun dewasa ini, saya
haqqul-yaqin bila zaman keemasan telah berlalu. Bulan madu
tinggal kenangan. Pers kampus yang lantang tidak lagi memiliki
spirit.
Penerbitan
mahasiswa tamat karena dua masalah. Pertama, media mainstream
semacam harian Cakrawala melansir berita apa saja.
Warta-warta sensitif enteng diekspos. Padahal, dulu itu bagian pers
kampus. Kedua, media digital seperti news portal, blog
maupun media sosial makin bergemuruh. Bahasa, interaksi serta
aplikasinya lebih gaul, keren dan semau gue.
Pers
mahasiswa yang nekat terbit pasti mencari bentuk lain. Sebagai
umpama, media-media yang dikelola mahasiwa fokus pada sejarah atau
budaya. Ini sesungguhnya riskan serta membosankan. Apalagi, mirip
Wikipedia. Dampaknya tentu kurang menyengat. Tiada efek
politik atau sosial. Padahal, dari rahim mahasiswa diidamkan lahir
konstruksi baru.
Pers
kampus dalam lima tahun ke depan pasti kian nelangsa. Maut niscaya
mencabik-cabiknya. Pasalnya, era digital beranjak dewasa. Media
cetak sudah wassalam. Segenap harian terkemuka telah tampil
dalam kemasan online. Aplikasinya tersedia gratis di
smartphone.
Majalah
Lektura
Pada
pertengahan 1980-an, pers mahasiswa di Makassar kehilangan energi.
Tiada media yang bisa mewakili aspirasi mahasiswa.
Pada
Rabu, 27 Juni 1990, sejumlah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas
Hasanuddin bertekad menerbitkan majalah Lektura. Media ini
diawaki Sukma Rasyid, Andi Ilham Paulangi, Nasru Alam Aziz, Rahmawaty
Syukur, Mustam Arif, Syahrul Hadi, Taufik Aas P bersama Mukhlis Amans
Hady.
Sebagai
reporter Lektura, saya menganggap bahwa personel Lektura
bukan orang jenius. Terbetik kebimbangan jika kelak Lektura
hanya sekali berarti sesudah itu mati. Pengasuh Lektura
sekedar “manusia abnormal positif”. Semangat menyala-nyala,
namun, tak memahami medan yang bakal ditempuh. Mereka ibarat
Christopher Columbus. Mencari negeri impian yang belum tercetak di
peta dunia.
Di
luar dugaan, “kumpulan insan terbatas” Lektura justru
melahirkan kerja sama akurat. Hasilnya luar biasa. Majalah Lektura
menjadi pionir pers mahasiswa di Unhas.
Sekonyong-konyong seluruh
fakultas menggeliat menerbitkan tabloid. Format tabloid menjadi
idola gara-gara sugesti Bola dan Monitor. Dua tabloid
tersebut laku keras bin laris manis sebagai panduan olah raga serta
televisi.
Lektura
nyaris berkarakter tabloid. Saya berkhotbah bahwa model tabloid cuma
bertahan beberapa menit di tangan pembaca. Usai dilihat, maka,
tabloid gampang menjadi alas duduk atau pembungkus kacang goreng.
Berbeda dengan majalah. Usianya sanggup bertahan di atas sehari,
sepekan, sebulan atau setahun. Selain itu, format majalah lebih
elegan. Kreativitas pun terpicu untuk mendesain sampul.
Dari
Lektura, ada hikmah yang dapat dipetik. Pengelola harus
sehati sebagai saudara. Saling mengisi demi menunjang satu sama
lain. Tidak boleh ada rencana buruk yang bermakna berencana untuk
gagal. Redaksi dituntut giat buat menghasilkan yang terbaik.
Soalnya, kehidupan tak dirancang untuk menang. Sehati sebagai
saudara akhirnya menumbuhkan rasa cinta guna menekuni dunia
jurnalistik.
All
in One
Lektura
wafat sejak dua dasawarsa silam. Biarpun telah khatam, tetapi,
Lektura masih bisa dinikmati di blog, Google+ berikut
Facebook.
Blog
Lektura (http://majalah-lektura.blogspot.com/) yang tampil
keren dan dinamis mengirim sinyal prospektif. Dua tahun lagi akan
tiba Zaman Blogseksual. Semua berkat perkembangan globalisasi
teknologi di masa depan.
Saya
menamakannya Era Blogseksual karena gairah manusia untuk
mengaktualisasi diri lewat blog. Apalagi, kita sudah akrab dengan
social technology semacam social networking, microblog,
location based service serta photo sharing yang dipandu
jaringan internet nirkabel (Wi-Fi).
Zaman
Blogseksual pasti datang. Era tersebut bakal menggiring orang makin
cerdas dan narsis. Pintar karena ceceran kabar di Internet tersedia
melebihi ikan di samudera. Narsis berkat Picasa serta
Instagram dapat dicangkokkan di blog. Zaman Blogseksual
menjadi masa transisi penduduk planet ini untuk melaju ke masyarakat
berjaringan (the network society).
Weblog
paling memukau dan memanjakan yaitu Blogger kepunyaan Google.
Walau komunitas Blogger sekitar 30 juta di dunia, namun,
wadah ini berkembang dinamis. Apalagi, dengan satu password,
pemilik akun bisa bergentayangan di Blogger, Gmail, G+, YouTube
serta Picasa. Ini tergolong layanan all in one yang
spektakuler.
Facebook
sebagai lawan tangguh Google pun segera berbenah diri. Pasca
akuisisi Instagram, Facebook dalam waktu dekat akan
meluncurkan ponsel Facebook. Persaingan sengit
Google-Facebook menjadi jalan tol menuju ke periode
multimedia, multiplatform dan multichannel (3 M).
Era
Blogseksual mempercepat ajal media konvensional alias cetak. Para
pelaku industri bidang percetakan pun berlomba mengais rezeki di
dunia maya. Mereka mengantisipasi amuk Network Blog. Istilah
ini diperkenalkan pertama kali oleh Ayu Bella Fauziah.
Network
Blog merupakan suatu skema yang merangsang warga untuk
berpartisipasi dalam mengeksplorasi serta menyiarkan informasi.
Pengelola blog mempublikasikan berita kendati hanya punya secuil
pengetahuan di bidang jurnalistik. Mereka membangun kecerdasan
manusia dengan mengekstraksikan deretan aksara bernas.
High
Definition
Di
masa sekarang, makan dan tidur merupakan aspek pokok dalam kehidupan.
Sementara di Zaman Blogseksual, seks serta mengecek social
technology menjadi ihwal yang paling dikehendaki sepanjang hari.
Mengecek blog dan media sosial bakal setara dengan seks. Kecanduan
terhadap blog telah menjalar ke tulang sumsum sebagaimana seks.
Manusia repot menahan diri dari blog. Tangannya gatal untuk bergegas
menulis status update di jejaring sosial. Ini merupakan
konsekuensi teknologi informasi serta komunikasi bagi peradaban
dunia.
Umat
manusia yang terkoneksi dengan Internet tiap detik selama 24 jam
secara kontinyu, akan tampil lugas dengan aneka gadget yang
high definition (HD). Teknologi informasi dan komunikasi yang
pesat berkembang, membuat Era Blogseksual tinggal menghitung hari.
Siapa tidak memiliki blog, ia tersesat di tengah jaringan multimedia
global. Ia terdepak dari hiruk-pikuk arus informasi. Maklum,
kekuatan manusia di tarikh 2015 yakni informasi.
Semua
mutlak mengelola sembari mengontrol informasi demi meracik kehidupan.
Tak perlu otak berskala Einstein untuk menapak Zaman Blogseksual.
“Manusia abnormal positif” ala Lektura sudah cukup.
Sebab, Blogseksual berasas kasih sayang dalam merakit informasi pada
jaringan digital. Hingga, informasi yang dikemas mampu
mendayagunakan diri serta lingkungan di tengah masyarakat
ultra-mutakhir.
Cakrawala,
Sabtu, 14 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar